
Zonakepri.com – Suasana sore di halaman Gedung Dekranasda Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (16/10/2025), terlihat berbeda dari biasanya.
Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus dan komunitas di Kota Tanjungpinang berkumpul dengan mengenakan pakaian serba hitam, membawa payung hitam, serta membentangkan spanduk besar bertuliskan “Menolak Lupa, Merawat Ingatan.”
Aksi yang mereka gelar bukan sembarang aksi. Inilah Aksi Kamis pertama yang digelar di Kota Tanjungpinang, sebuah gerakan moral yang sudah lama dikenal di Jakarta dan berbagai daerah lain di Indonesia sebagai simbol perjuangan untuk menuntut keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Sekitar pukul lima sore, satu per satu mahasiswa mulai menyampaikan orasi ilmiah mereka. Ada yang berbicara soal kasus pelanggaran HAM di masa lalu, ada pula yang menyoroti situasi terkini di Tanah Air, di mana kebebasan berpendapat masih sering dibatasi.
Di sela-sela orasi, beberapa peserta juga tampil membacakan puisi. Suaranya lantang, penuh emosi, dan sesekali disambut tepuk tangan dari peserta lain yang berdiri membentuk lingkaran.
Sore menjelang malam, suasana mulai berubah menjadi lebih hening dan khidmat. Saat langit mulai gelap, para peserta menyalakan lilin kecil dan menaburkan bunga di atas tanah sebagai simbol penghormatan bagi para korban pelanggaran HAM di Indonesia.
Lilin-lilin itu menyala berderet, menambah suasana haru dan reflektif di tengah suasana malam Tanjungpinang yang tenang.
Salah satu peserta aksi, Raden Rangga Bahtiar, menjelaskan bahwa hadirnya Aksi Kamis di Tanjungpinang adalah bentuk kepedulian mahasiswa terhadap masalah kemanusiaan yang belum terselesaikan.
“Aksi Kamis ini jadi bukti kalau masyarakat dan mahasiswa Tanjungpinang juga peduli terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini. Negara harus serius, jangan cuma diam. Hak-hak warga negara yang dirampas harus dikembalikan, dan keadilan untuk para korban harus ditegakkan,” ujar Raden dengan suara tegas.
Ia menambahkan bahwa pelanggaran HAM bukan hanya soal mereka yang kehilangan nyawa, tetapi juga mereka yang masih hidup namun kehilangan kebebasan berbicara.
“Yang kami sorot bukan cuma mereka yang sudah direnggut hak hidupnya, tapi juga mereka yang dibungkam, ditangkap, bahkan dipenjara hanya karena berani bersuara,” lanjutnya.
Menariknya, aksi ini juga dihadiri oleh peserta dari luar daerah. Salah satunya datang langsung dari Pekanbaru untuk menyuarakan kasus pembungkaman terhadap aktivis muda, Khariq Anhar, yang beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan di media sosial.
Kehadiran peserta dari luar kota ini semakin menegaskan bahwa semangat Aksi Kamis bukan hanya milik satu wilayah, tapi gerakan bersama lintas daerah.
Aksi ini berjalan damai dan tertib hingga malam tiba. Tidak ada kericuhan, hanya suara lantang yang bergema tentang keadilan, kemanusiaan, dan kebebasan.
Menurut Raden, Aksi Kamis di Tanjungpinang ini diharapkan bisa terus berjalan secara rutin, seperti yang sudah dilakukan di Jakarta setiap hari Kamis sejak belasan tahun lalu.
“Kami ingin Tanjungpinang juga punya wadah untuk bersuara. Supaya masyarakat bisa terus mengingat, dan tidak diam ketika ada ketidakadilan. Semoga ini jadi awal yang baik,” tuturnya.
Kehadiran Aksi Kamis di Tanjungpinang menjadi penanda bahwa semangat memperjuangkan HAM tidak mengenal batas tempat. Di bawah payung hitam dan cahaya lilin, para mahasiswa dan masyarakat seolah ingin berkata: melupakan adalah bentuk pengkhianatan terhadap kemanusiaan.
Dengan penuh harapan, mereka berjanji akan terus melanjutkan gerakan ini setiap Kamis. “Selama masih ada yang ditindas, kami akan terus berdiri di sini,” pungkas Raden.(Ki)