Nasional

Aktivis Pendidikan : Bahasa Indonesia adalah simbol kedaulatan dan pemersatu bangsa

×

Aktivis Pendidikan : Bahasa Indonesia adalah simbol kedaulatan dan pemersatu bangsa

Sebarkan artikel ini
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), kembali menghadirkan suasana yang menyenangkan melalui program Mudik Asyik Baca Buku (MABB) 2025 (Foto: Dok Kemendikdasmen)

Zonakepri.com — Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, melainkan juga cermin jati diri dan intelektualitas bangsa. Hal ini ditegaskan oleh Heru Purnomo, pengamat pendidikan sekaligus Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), menyusul terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pedoman Pengawasan Penggunaan Bahasa Indonesia.

Menurut Heru, bahasa Indonesia memiliki tiga fungsi utama: sebagai bahasa resmi negara, bahasa ilmiah, dan identitas nasional. Oleh karena itu, penggunaannya harus dijaga oleh semua elemen masyarakat, tidak hanya pemerintah.

“Bahasa Indonesia adalah simbol kedaulatan dan pemersatu bangsa. Pengawasan penggunaannya bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab aktivis, media, sastrawan, hingga masyarakat umum,” jelas Heru, saat dihubungi tim InfoPublik, Jumat (25/4/2025)

Heru juga menyoroti fenomena maraknya penggunaan bahasa asing oleh pejabat dalam berbagai forum publik. Ia menyatakan bahwa penggunaan bahasa asing sah-sah saja jika digunakan dalam konteks internasional, seperti saat berkomunikasi dengan warga negara asing. Namun, jika digunakan hanya untuk gagah-gagahan atau pencitraan, maka hal itu dinilai tidak kontekstual.

“Kalau hanya ingin terlihat keren atau menaikkan status sosial, itu bukan bagian dari komunikasi yang etis. Itu gaya hidup. Pejabat seharusnya menjadi teladan dalam menjaga dan menggunakan bahasa nasional,” tegasnya.

Heru juga menggarisbawahi tantangan baru dalam bentuk bahasa digital yang kini berkembang pesat. Banyak istilah dari bahasa Inggris yang diserap tanpa proses penyesuaian, dan hal ini dinilai berpotensi mengganggu kemurnian dan fungsi bahasa Indonesia.

“Bahasa digital yang diserap mentah-mentah bisa merusak struktur bahasa Indonesia. Edukasi dan pengawasan harus dilakukan, terutama di media sosial yang konsumennya besar dan beragam,” ujarnya.

Heru menyampaikan bahwa cara seseorang—terutama pejabat—berkomunikasi menunjukkan tingkat pemahaman, struktur berpikir, dan etika publik.

“Berbahasa itu mencerminkan siapa kita. Pejabat yang terbiasa bicara sembarangan atau tak sesuai kaidah akan terlihat kapasitas intelektualnya. Maka, berbahasalah dengan baik, karena itu bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa,” tutupnya.(sumber :infopublik.id)