Zonakepri.com-Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang kembali menggelar sidang perdata kasus sengketa lahan di Bintan antara Darma Parlindungan dengan PT Ekspasindo Raya, Rabu 30 Oktober 2024.
Sidang menghadirkan 3 saksi dari kuasa hukum Darma Parlindungan, Hendie Devitra dan rekan. Ketiga saksi yang dihadirkan tersebut yakni Hasan yang saat ini Kadis Kominfo Kepri, Ridwan yang menjabat pegawai di Dishub Bintan dan Budiman yang juga pegawai di Bintan.
Majelis hakim dipimpin Boy Syailendra didampingi dua hakim anggota memimpin jalannya sidang perdata ini. Sementara itu, kuasa hukum tergugat PT Ekspasindo Raya Lucky Omega Hasan juga hadir dalam sidang.
Sebelum memulai sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, maka ketiga saksi disumpah untuk memberikan keterangan yang sebenarnya dalam persidangan.
Saksi pertama yang dihadirkan dalam persidangan yakni Ridwan yang menjabat sebagai lurah di Sei Lekop Kabupaten Bintan mulai 2013-2019. Dalam keterangan yang diberikan Ridwan kepada majelis hakim bahwa dirinya merasa tertekan pada 2022 lalu ketika PT Ekspasindo Raya meminta untuk melakukan ganti rugi lahan. jika tidak dilakukan ganti rugi, maka akan dilaporkan dan dijerat hukum. Saya sudah melakukan upaya ganti rugi lahan sebanyak Rp86 juta dari Rp210 juta. Kekurangan ganti rugi akan dibantu PT Ekspasindo Raya. Saya sudah ganti rugi, ternyata dimasukkan penjara juga,”sebut Ridwan.
Hal senada juga disampaikan saksi Hasan. Dijelaskannya kepada majelis hakim dirinya sudah melakukan upaya ganti rugi lahan. Sudah dibayar semua. Persoalan sudah diatasi. Dan dilakukan mediasi. Tapi malah dimasukkan penjara juga.
Dikatakan Hasan kepada majelis hakim bahwa dirinya saat ini masih berstatus sebagai tersangka atas laporan dugaan pemalsuan lahan yang dilakukan PT Ekspasindo Raya dan PT Property Indo kepada Polres Bintan.
Mendengar keterangan saksi Hasan, maka hakim anggota Sayed Fauzi mengatakan, “Kok Bisa jadi tersangka,”ujarnya di persidangan.
Dalam keterangan Hasan didepan majelis hakim, dokumen kepemilikan lahan milik PT Ekspasindo Raya di Kabupaten Bintan baru diketahui pada 2016 silam saat pindah kantor Camat Bintan Timur. Dirinya menemukan dokumen ganti rugi lahan yang dilakukan PT Ekspasindo Raya namun dalam bentuk foto Copi surat kepemilikan lahan ganti rugi.
Hasan mengatakan, dirinya menemukan bahwa status kepemilikan lahan berupa alas hak. Padahal surat tanah berupa alas hak dikeluarkan oleh camat dan lurah. Namun surat asli dari dokumen itu tidak ada.
Sementara itu, saat Hasan yang menjabat sebagai lurah maupun camat di lokasi lahan yang diklaim milik PT Ekspasindo Raya mengatakan saat menjabat, tidak dipasang plang oleh pemilik lahan. Juga lahan tidak dikelola. Jenis usaha sesuai ijin pembebasan lahan untuk industri pengalengan ikan pun tidak ada saat itu.
Hal senada juga disampaikan Ridwan yang mengatakan bahwa lahan yang diklaim milik PT Ekspasindo Raya saat dilakukan tinjauan lapangan dan pengukuran oleh utusan PT Ekspasindo Raya Dody tahun 2014 lalu ada masyarakat yang komplein. Diantaranya PT Korindo, Tenaga Listrik Bintan serta masyarakat penggarap yang menganggap lahan tersebut tanah terlantar. Karena tidak ada plang pemilik lahan, tidak dikelola alias nganggur.
Padahal sesuai ijin pembebasan lahan diberi waktu satu tahun untuk pembebasan lahan. Berdasarkan SK Gubernur Riau tahun 1991 memberi ijin untuk melakukan pembebasan lahan seluas 112 Hektar di Kabupaten Bintan dengan ijin usaha pengalengan ikan. (rul)